enak ngga enak  

Posted by lestanto

Apapun pilihan hidup kita, semuanya pasti ada resiko-resiko yang bakalan dihadapi. Baik itu resiko yang positif ato yang negatif.
Kali ini kita mo bahas sedikit resiko-resiko yang mungkin terjadi kalo kita memilih peran kita menjadi pegawai sama pebisnis. Kita bahas soal kemungkinan-kemungkinan ekstremnya juga lah ya.

Jadi pegawai:
Resiko positif:
Kalo kita bisa loyal sama perusahaan yang mempekerjakan kita, kerja kita bagus, ngga neko-neko sama bos, bisa menghasilkan uang banyak ke perusahaan maka gaji kita bakal dibayar lancar karena perusahaan terus dapat pemasukan dan bisa ngasi gaji pegawainya, bahkan bisa di kasih bonus- bonus, lebih lanjut bisa naik jabatan, terus-terus dan terus kalo kita sangat luar biasa hebat bisa mampu bersaing dengan sesama pegawai, maka kita akan dapat jabatan yang tinggi, kenapa aku katakan luar biasa hebat bisa mampu bersaing dengan sesama pegawai? karena komposisi jumlah pejabat tinggi sama pegawai-pegawai biasa umumnya selalu lebih kecil jumlah pejabatnya, soalnya juga nggak mungkin kalo perusahaan itu diisi para pemikir ato idea creator semua, harus lebih banyak yang menjadi pelaksana dan helpernya. Bahkan menurut pak Dahlan Iskan (pemilik Jawa Pos group) saat menjadi pembicara pada acara Management Conference yang dihadiri para pengelola Magister Manajemen se Indonesia yang menjadi anggota asosiasi APMMI (Asosiasi Program Magister Manajemen Indonesia) komposisi pegawai diperusahaan itu sebaiknya 5% idea creator, 15% executor, 75% helper dan 5% support. Jadi posisi yang mungkin diperoleh mentok-mentoknya jadi pimpinan tertinggi apapunlah istilahnya. Meskipun juga perlu waktu yang cukup lama, bisa tahunan bisa juga puluhan tahun, tergantung ukuran perusahaannya sama birokrasinya juga.

Disisi lain memilih jadi pegawai bisa menjadi terhormat dimata masyarakat karena bisa jadi pejabat. Orang bakal bilang "wah jadi pak manajer nih". Karena kultur masyarakat kita cenderung lebih melihat prestisenya, lebih bangga ketika anak-anak kita menjadi seorang pegawai. Dalam pandangan masyarakat kita, kalau sudah jadi pegawai tu sudah mapan karena sudah dapat bayaran rutin bisa dapet uang pensiun lagi. Jadi kalo kita sudah jadi pegawai, ngga perlu repot-repot kalo mau ngelamar cewek (hehe..), karena umumnya yang ditanyakan pertama para calon mertua tu soal seputar sudah kerja dimana? apalagi dateng pake seragam kantoran (wislah ayem... hehe..).

Enaknya lagi kita tinggal jalanin aja apa yang diperintahkan, kita jalanin aja sistem yang berlaku di perusahaan. Ga perlu banyak mikir lagi, cuma seriusin aja kerjaannya. Kalo kita jadi tukang ketik, ya udah kita ketik aja apa yang diperintahkan ga perlu puyeng-puyeng mikirin yang lainnya. Semuanya sudah diatur sama perusahaannya, kita tinggal ngejalaninnya aja.
Kadang kita juga bisa dapet kesempatan untuk disekolahin lagi sama perusahaan gratis lagi. Tinggal jalanin aja. Walaupun kadang ada yang harus kita bayarkan ke perusahaan meski belum tentu dalam bentuk duit, tapi pengabdian ke perusahaan. Kadang harus terikat sama perusahaan untuk beberapa waktu.

Untuk kondisi ekstremnya, kalo kita memang jadi seorang profesional yang sudah sangat handal, sekelas CEO-CEO profesional perusahaan, bukan kita yang bakal nyari kerjaan tapi malah justru perusahaan- perusahaanlah yang akan nyari kita karena keahlian dan pengalaman kita. Ngga jarang kita bisa temui perusahaan- perusahaan yang mengambil para profesional dari perusahaan- perusahaan para pesaingnya dengan meng'iming- imingi' imbalan yang lebih besar, baik dari segi gaji, maupun bonus-bonus serta fasilitasnya. Tapi kita jangan bermimpi pindah- pindah kerja dulu kalo posisi tawar kita masih pas- pasan sedang- sedang saja. Bukannya kita yang dicari-cari perusahaan tapi malah kita yang ngga bisa tidur mikirin besok mau kerja apaan ya? kerja dimana ya?.

Walaupun ada, tapi masih cukup jarang kondisi ekstrem yang seorang pegawai (profesional) yang merangkap jabatan kadang malah dilarang oleh perusahaannya, diminta untuk melepaskan salah satunya. Kalaupun masih memungkinkan paling terbatas hanya menjabat 2 ato 3 aja.
Secara amalan solihah (halah..) kita bisa berpahala karena bisa membuat pemilik perusahaan bisa semakin kaya (berdasar tujuan sebuah bisnis adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan, yang berarti meningkatkan shareholder value. Alias para pemilik perusahaan/ pemilik modal/ investor menjadi makmur meskipun juga berarti memakmurkan para pegawai juga).

Resiko negatif: Dari mulai sirik-sirikan sama sesama pegawai, salah kerja dikit dimarah-marahin, kejenuhan karena kerjaannya itu-ituuuuuuuu melulu jadi kaya robot, ngga punya kebebasan waktu, sikut- sikutan injek-injekan kalo pas mau naek jabatan.

Entah dianggap resiko positif ato negatif kalo kemungkinan dapet ketemu pasangan di tempat kerja. Hal kaya gini ngga jarang juga terjadi. Kaya kata-kata orang jawa "Witing tresno jalaran soko kulino" kalo dalam bahasa di lagunnya dewa tu "Biar cinta datang karena telah terbiasa" hehe.. Kenapa aku bingung kalo hal kaya gini bisa jadi resiko positif ato negatif karena bagi yang masih single hampir ini dipastikan jadi resiko positif tapi kalo bagi yang udah punya pasangan, bisa juga positif kalo ketemu pasangan poligami yang bener alias sesuai tuntunan tapi seberapa besar sih yang mampu kaya gitu, tapi beda lagi urusannya kalo ini menjadi ajang perselingkuhan. Kita juga ngga jarang nemuin yang kaya ginian. Makanya setauku di islam ngga dianjurkan perempuan banyak diluar (halah.. malah sok ceramah). Tapi pastinya bukan para pembaca blog ini sih (hehe..) para pembaca blog ini kan baek-baek yak.. Itu mah cerita di negri sebrang sono. Tapi beruntung juga kalo yang masih single bisa dapet bosnya alias pemilik perusahaan yang single juga tentunya ato anaknyalah yang masih single juga.. hehe..

Resiko negatif ekstremnya adalah kita bisa aja dipecat/ PHK sama perusahaan, tapi kayanya ngga berlaku buat PNS ya soalnya ngga ada sejarahnya PNS dipecat walo kerjanya ala kadarnya kecuali emang sudah kelewat, habis aturannya emang gitu yak. Entah itu karena kita yang buat salah trus di phk atau karena perusahaannya yang bangkrut trus kita di phk. Hal itu mungkin saja terjadi.

Ketika kita di PHK, dan sehari-harinya dulu waktu kita habis untuk perusahaan itu aja dan ngga punya pemasukan lain selain dari gaji perusahaan tersebut maka satu-satunya sumber penghasilan kita bakal hilang. Kaya aku bilang sebelumnya bagi seorang profesional, mungkin perusahaanlah yang bakal nyari- nyari kita, tapi bagi para pegawai biasa maka kitalah yang mesti banting tulang nyari-nyari pekerjaan lagi. Sedangkan jumlah para pegawai profesional bisa terbilang sedikit dibandingkan dengan para pegawai biasa.

Pebisnis. Resiko negatif: Beberapa resiko negatif yang dihadapi kalo mau jadi pebisnis terutama saat awal-awal mau memulai sebuah bisnis. Dari awal memilih untuk menjadi seorang pebisnis aja sudah merupakan tantangan tersendiri. Kenapa? karena seperti aku bilang sebelumnya kalo kultur masyarakat kita lebih memiliki kecenderungan untuk menjadi pegawai. Memilih menjadi pebisnis kadang dianggap sesuatu yang aneh, mungkin juga dianggap gila alias mesti menentang arus. Sejak kecil kita diarahkan untuk kita sekolah kalo udah lulus trus cari kerja bukannya membuat lapangan pekerjaan. Itulah kondisi kultur masyarakat kita. Bahkan saat kita masih belajar membaca kita juga diajari "ibu ke pasar membeli roti" kenapa tidak "ibu ke pasar menjual sayur". Hal sepele sih tapi anak kecil kan ibarat kaset kosong, tinggal mau dikasi rekaman apa.
Ketika kita memulai suatu bisnis dari yang kecil, bersiap-siaplah untuk dicemooh orang mungkin juga diremehin. Tapi ceritanya bakalan lain kalo nanti bisnis itu tumbuh dan menjadi besar, kebanyakan orang bakalan nyembah-nyembah.

Ketika bisnis sedang jalan, ngga menutup kemungkinan terjadi tipu-tipuan, kita kena tipu misalnya. Banyak hal, dari uang jualan ga dibayar, uang usaha ditilep pegawai, dan banyak hal dalam proses menjalankan bisnis. Kadang juga saat kita jalanin bisnis kita direcokin sama yang namanya pungli-pungli, dimintain ini itu, kadang malah sama oknum-oknum pejabat juga. Huuuh..

Resiko ekstremnya mungkin kita bisa aja bangkrut, masih mending kalo harta pribadi ngga ikut kecampur sama perusahaan. Tapi kalo harta pribadi ikut kecampur sama perusahaan, kita bisa habis-habisan. Mirip kaya pegawai di PHK, ngga punya pemasukan lain, tapi bedanya pebisnis masih punya akal ato pengalaman-pengalaman bisnis yang tak ternilai harganya, tapi bagi yang bener-bener bermindset pegawai maka mau ngga mau ya mesti cari gawe lagi. Bagi seorang entrepreneur sejati melihat sesuatu, maka dia bisa menjadikannya sebagai peluang bisnis. Bisa memulai lagi dengan bekal pengalaman-pengalaman. Walaupun belum tentu mudah juga.
Resiko lainnya bisa kehilangan anak istri. Lhoh kok? hehehe.. ini berdasarkan kisah nyata kenalanku yang dah punya usaha dan bangkrut. Tapi ya ngga semuanya gitu sih, tapi mungkin aja terjadi. Ketika bisnisnya jalan baik, semua keluarga tetep aja jalan harmonis baek-baek aja. Tapi ketika bisnisnya bangkrut dan tiap hari bolak-balik ditelponin sama penagih utang, didatengin debt collector, lama-lama istrinya ngga tahan juga akhirnya kabur entah kemana ngebawa anak-anaknya. Hehehe.. kacian yah.. Tapi kalo cewek-cewek yang baca tulisan ini ngga kaya gitulah yak.. kan pada baek- baek, sanggup ngedampingi pasangannya baik senang maupun susah. hehe.. (cari pasangan yang sanggup disaat senang mah gampang aja yak, tinggal merem aja bisa dapet. Siapa juga yang ngga mau diajak hidup seneng. Tapi cari pasangan yang mampu bertahan disaat susah ini yang perlu dipertimbangkan mateng- mateng, ngga semua orang sanggup. Cerita ini juga contohnya istrinya kabur. secara siapa juga yang mau diajak susah. hehehe..). Untungnya kenalanku ini emang berjiwa enterpreneur, jadi bisa tetep bangkit dan bikin usaha lagi berbekal pengalaman- pengalaman bisnisnya, sampai bisa meyakinkan bank-bank buat ngasih kreditnya lagi. Bagi perusahaan yang punya hutang, dan bangkrut dan dinyatakan pailit maka hutangnya tersebut bisa dihapuskan.
Resiko positif: Resiko positif ketika bisnis kita udah jalan sukses ada banyak. Dari pemasukan yang besar tergantung pemasukan bisnisnya. Terutama sekali kalo bisnis kita sudah dijalankan dengan menggunakan sistem. Segalanya sudah berjalan tanpa perlu campur tangan kita. Trus kitanya ngapain? lhah ya sesuka suka kitalah ya. Mau nganggur bisa, mau sosial bisa, mau ibadah bisa, ato mau bikin bisnis-bisnis yang lain juga bisa. Kita bisa punya lebih banyak kebebasan, kebebasan waktu, kebebasan finansial. Dalam hal kebebasan waktu, contoh om Bob Sadino katanya nganggur selama 15 tahun setelah bisnisnya jalan, malah bisa maen sinetron segala kaya di Bajaj bajuri, dll. Kadang juga dimanfaatkan untuk menulis buku, yang bisa juga jadi sumber pemasukan lain ato jadi pembicara. Yang penting juga dengan punya kebebasan ini, bisa memungkinkan lebih banyak hal yang bisa dikerjakan.

Lain lagi kalo seperti sebagian usaha-usaha di negeri ini, sebagian memang sudah terbilang sukses tapi kadang belum berjalan dengan menggunakan sistem alias semua mesti perlu ada campur tangan kita, masih tergantung sama kita. Ini akan mengurangi kebebasan waktu kita. Inilah mungkin pentingnya ilmu manajemen. Jadi kita bisa membuat sistem untuk bisnis kita. Karena seorang pemimpin itu harus punya dua ilmu, ilmu manajemen sama leadership. Manajemen lebih fokus sama sistem-sistem yang bakal digunakan untuk memanagenya, baik manage produksi, manage untuk kontrol sistem, dll. Disisi lain juga pemimpin perlu sebuah leadership yang lebih condong pada pendekatan interpersonal, dalam menyemangati pegawai, berpandangan jauh kedepan, dll.

Para pebisnis sangat mungkin untuk memiliki bisnis lebih dari satu. Tidak seperti para pegawai yang sering dibatasi dalam hal rangkap jabatan. Jadi pebisnis sangat mungkin memiliki aliran- aliran pemasukan dari berbagai penjuru (halah..) dari berbagai sumber pemasukan.
Dengan pemasukan yang besar dari berbagai bisnisnya, maka jangankan kebutuhan, kepengenan aja bisa terpenuhi. Prestise pun juga bisa didapat, bahkan orang-orang kadang juga sampe pada 'nyembah-nyembah' (biasalah ada gula ada semut).

Dari sisi amalan juga, kita bisa nyediain lapangan pekerjaan buat yang belum punya pekerjaan. Bisa menghidupi pekerjanya berarti juga bisa menghidupi keluarganya. Itung-itungan simpelnya, kalo kita punya 1000 pegawai berarti kita berjasa atas 1000 keluarga yang ditanggungnya. Misal 1 keluarga isinya ada 4 orang, suami istri dan 2 anak, maka kita bisa bermanfaat buat 4000 orang. Iya nggak? matematikaku juga kurang bagus sih yak. Coba bayangin kalo istri dan anak-anak para pegawainya tu ngedoain "Moga- moga bapak nggak dipecat, bisa dapet gaji terus lancar dapet bonus-bonus yang gede juga" itu kan secara ngga langsung ngedoain perusahaan agar tetep bisa jalan terus dan bisa ngebayar para pegawainya. Coba bayangin didoain paling tidak 3000 orang supporter yang tergantung sama perusahaan, kalo 1%nya aja alias 30 orang yang doanya dikabulkan, apa jadinya perusahaan kita? terus berkembang. Dan shareholder valuenyapun meningkat artinya kemakmuran pebisnis juga meningkat.

Siapa tau juga bisa jadi orang terkaya didunia hehehe.. ngga ada yang ngga mungkin, meski kecil, kemungkinan-kemungkinan itu selalu ada. Apalagi kalo perusahaan itu bisa terus beroperasi dan mampu untuk mencukupi kebutuhan dan keinginan tujuh turunan. Sekali lagi ngga ada yang ngga mungkin.

Tentunya resiko positif lainnya masih sangat banyak.
Itu dia secuplik soal pen'jlentrean' (halah..) kemungkinan kemungkinan atas pilihan kita mau jadi pegawai atau pebisnis. Apapun pilihannya punya kelebihan dan kekuranggan masing- masing, disini kita hanya nyoba untuk melihat lebih komprehensif aja. Kalo kita tau baik buruknya maka keputusan yang mau kita ambil tentunya bisa lebih bijaksana.
Kesamaan kedua pilihan itu adalah pada kondisi ekstrem resiko negatifnya adalah ngga punya pemasukan. Pegawai di PHK ngga punya pemasukan, bisnis bangkrut juga ekstremnya ngga punya pemasukan. Sama. Tapi pada kondisi ekstrem resiko positifnya tentu tidak sama.
Monggo silahkan dipilih dengan lebih bijaksana.

This entry was posted on Kamis, 11 September 2008 at 00.18 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar